Jumat, 26 Mei 2017

(Cerpen) STILL

STILL



Ini kisah sederhana, hanya sebuah arti dari 'kesetiaan' dan saling menerima.

Aku menikah dengannya. Dengan Enggar pria yang tampan dan mapan itu. Semua orang bahkan menyebutku sebagai perempuan paling beruntung bisa menikah dengan Enggar. Kami langsung menempati rumah baru kami. Rumah yang kecil tapi masih terasa terlalu besar kalau hanya ditempati dua orang saja.
Aku bahagia. tentu saja aku amat bahagia. Dia memberikan apa yang diinginkan oleh semua wanita pada umumnya. Aku bagai seorang ratu.

Tapi, Ketahuilah. kehidupan bagai roda. berputar. dan aku tak kan pernah menyangka kalau perputaran itu akan begitu cepat terjadi dihidupku. Aku masih ingin bahagia. Dan aku tahu betapa egoisnya aku dalam hal ini.

Sore itu, Aku mengantar suami kedokter dekat dengan perumahan kami. Enggar divonis Alzeimer.
Yang bearti suamiku akan kesulitan mengingat sesuatu.
Aku masih bahagia. Aku hanya menganggap angin lalu vonisan dokter. Paling suamiku hanya akan lupa dimana dia meletakkan sesuatu.

Seiring berjalannya waktu. Aku menangis. Aku sedang tidur nyenyak ditempat tidurku disebelahnya. Betapa kagetnya aku. tiba2 dia menyeretku keluar dari kamar dan mendorongku hingga aku terjatuh dengan kasar.

"Siapa kau, berani2nya tidur disampingku!!!" Bentaknya.

Aku tercengang. Alzeimernya semakin parah. Dan dia bahkan melupakan aku. Aku orang yang begitu dicintainya.

10 tahun kami menikah, Si Sulung sudah kelas 3 SD dan Alika Anakku yang kedua sudah masuk TK.
Aku sibuk kembali bekerja seperti saat sebelum menikah dengannya. Aku sudah bukan seorang ratu lagi. Suamiku berhenti total dari pekerjaannya. Dia bahkan kadang sudah tak bisa mengingat siapa dirinya lagi. Ibu Mertuaku sekarang tinggal dirumah kecil kami.
Rumah yang dulu terlalu besar itu sekarang menjadi amat sempit bagiku.
Aaah!! akhirnya semua orang menganggap aku perempuan paling sial karena menikahi Enggar. Akhirnya aku begitu menyadari betapa munafik mulut-mulut manusia itu.

"Kalau kau merasa jenuh, kau boleh ceraikan suamimu. biar ibu saja yang urusi dia." Kata mertuaku hati-hati.

Aku terperangah. dan menggeleng mantap.

"Ibu kasihan melihat kau kepayahan setiap hari, Ibu tak tega." Sekarang dia sudah terisak.

Aku mengusap punggungnya pelan dan berkata tegas.
"Aku ini istrinya."

Yaa, Aku Istrinya. Bukankah kita sudah saling berjanji untuk saling menerima apa adanya, dalam kondisi apapun. dan bukankah janji itu diucapkan didepan banyak orang. mana mungkin aku mengingkarinya?
hanya karna dia sudah tak bekerja lagi, sudah tidak sehat lagi. Itu janji sakral bagiku.

Aku pernah merasa lelah dan meninggalkan rumahku seharian. Tapi apa yang terjadi. Tobi anak pertamaku memberondongku dengan cerita kalau Ayahnya tidak mau makan kecuali aku yang menyiapkan. Ibu mertuaku dipukulnya dengan asbak dan keningnya berdarah. dia menganggap ibunya sendiri orang lain yang mau berbuat jahat dengannya. Hatiku kelu, aku sudah bersikap kekanak-kanakan harusnya aku tidak meninggalkan mereka.

Apakah aku pernah marah? Tentu. aku pernah marah. bahkan sering.
marah karena hidupku yang harus seperti ini. Lalu, apakah aku harus terus-terusan marah padanya. Aku tak tega. Dia bahkan tak pernah menginginkan hidupnya berubah. Dan aku merasa tak adil kalau terus harus marah padanya. Dia memukulku, membentakku, meneriakiku bahkan mengusirku dalam keadaan tidak sadar.
***

"Ralin, Apakah Kau mau menemaniku jalan-jalan? Rasanya badanku amat pegal." Katanya hari itu membuatku kaget setengah mati.
Dia memanggil namaku. Akhirnya dia mengingatku dan mau bicara padaku.

Aku mengangguk dan segera mengambil sweaterku cepat-cepat. takut jika Alzeimernya tiba-tiba menyerang.

Kami tertawa bersama. dan aku amat merindukan ini semua. Dia masih seperti dulu tampan dan mencintaiku. walau dengan balutan kaos oblong biasa dengan celana levisnya dia tetaplah Suamiku tercinta.

Kami menyusuri taman yang tak jauh dari rumah kami. Dia berceloteh tentang masa-masa kami pacaran dulu. Aku hanya bisa tersenyum simpul bahagia.
Kami pulang hampir sore dengan tubuh basah kuyup karena hujan yang tiba-tiba.
Sesampainya dirumah, dia berubah. Dia melepas dan melemparkan kaos basah itu kesembarangan tempat.
Tubuhnya menggigil, panas.
Aku segera mengambil handuk bersih dan membersihkannya, mengganti pakaiannya dan menyelimutinya.
Tak peduli dia membentak-bentak aku dan menghujani aku dengan kata-kata kasarnya. Dia sudah lupa siapa aku.
Aku bahkan tidak memperdulikan aku yang basah kuyup dan mulai menggigil.

Dia tertidur pulas disampingku, ketika aku merasa pusing dan jatuh lunglai kelantai.
Aku tersadar setelah malam larut. Tubuhku sudah dibalut selimut dan bahkan pakaianku sudah diganti.
Siapa yang melakukannya? apakah ibuku mertuaku?
Tidak.
Dia merasa keningku dengan punggung tangannya dan memeras handuk untuk mengompresku.

"Panasnya sudah turun." Katanya khawatir.

Aku terbelalak melihatnya. Aku bahkan merasa diriku sudah mulai gila.

"Kau kehujanan, badanmu panas. Kenapa kau melihatku seperti hantu sih. aku kan suamimu." katanya sambil membantuku bangun dan menyodorkan teh hangat untukku.
Aku menerimanya.

"Sudah ku bilang, jangn hujan-hujanan. Kalau hujan berteduh, nunggu reda baru lanjutkan perjalanan." Omelnya seperti aku masih anak SD saja.

Aku terdiam.

***

Semuanya sudah berlalu bukan? Aku tak pernah menyesal menikah dengan Enggar. Tak ada gunanya, Aku mencintainya dan karna aku mencintainya apapun akan aku terima dari dirinya. Apakah aku masih bahagia? Tentu saja aku masih sangat bahagia. Dia suami yang baik.

Gundukan tanah merah itu masih Basah. Alika yang masih memakai seragam sekolah SMAnya terus menepuk-nepuk bahuku dan sesekali terisak.

Dia berjalan-jalan sendirian waktu itu, karna penyakitnya dia tidak bisa mengingat jalan pulang dan dimana rumahnya.
Dia berlarian seperti orang gila, dan sebuah mobil sedan hitam menabraknya.
Dia sempat sadarkan diri selama 2 hari dirumahsakit.
Aku selalu menemaninya disana, bagaimana aku bisa pulang?

"Ralin, temani aku. genggam terus tanganku."

Aku mengangguk, dan terus mengenggam tangannya.
Dia bahkan mengecup keningku dan berkata.

"Sudah lama sekali sepertinya sudah tidak pernah ku katakan. Kalau aku mencintaimu. kau istri yang amat sempurna. Terimaksih ya untuk semuanya. Jaga Tobi dan Alika."

Dia mengingatku disaat-saat terakhirnya.
Dan sekarang dia sudah pergi.

Aku bahagia, dan aku masih mencintainya.
Bukankah aneh jika kita hanya mencintai seseorang ketika dia masih muda dan kaya atau masih cantik dan menawan?
Tidaak. itu akan hilang berganti dengan datangnya sang waktu. dan kau hanya akan mencintai dia sebatas dia masih muda,cantik,menawan dan kaya.
bukankah tak ada yang benar2 abadi?
Aku hanya mewujudkan satu kata sederhana 'setia' untuk kondisi apapun.
Bukankah takkan pernah ada yang tau?


The End.

1 komentar:

  1. The best casino for Canadian players - Wooricasinos
    Canadian players want to know what they 승인전화없는토토사이트 are looking 네이버 룰렛 for, the best 벳 티비 casino for Canadian players, and the best casinos with free spins 토토 꽁머니 and 야구 사이트 jackpots.

    BalasHapus